Senin, 30 November 2020

Penerapan Augmented Reality pada Bahan Ajar sebagai Upaya Meningkatkan Minat Baca Anak

 

Penerapan Augmented Reality pada Bahan Ajar sebagai Upaya Meningkatkan Minat Baca Anak

Oleh: Fikri Imanullah

Wajak City

***



Di era digital pada saat ini, Indonesia tengah menghadapi gempuran teknologi yang sangat besar. Berbagai cara dilakukan untuk memanfaatkan keberadaan teknologi yang ada, salah satunya pemanfaatan internet sebagai sumber literasi masa kini. Sayangnya, angka minat baca di Indonesia tetaplah rendah. Menurut data UNESCO tahun 2012 (dalam JPNN, 2016) menunjukkan angka minat baca di Indonesia hanya 0,001 persen. Artinya, dari perbandingan 1.000 penduduk hanya 1 orang saja yang memiliki minat baca. Dan sebuah studi “Most Littered Nation in The World”  yang dilakukan Central Connecticut State University di New Britain tahun 2016 yang bekerja sama dengan sejumlah peneliti sosial menempatkan Indonesia di peringkat 60 dari 61 negara terkait minat baca (Puspita & Irwansyah, 2018).

Rendahnya minat baca dapat dipengaruhi oleh beberapa hal yakni kurangnya motivasi untuk membaca, jumlah buku bacaan yang sedikit, dan kurang berkualitasnya isi literasi yang ada. Menurut IKAPI (2015), pada tahun 2014 saja Indonesia hanya menerbitkan buku sejumah 36.624 judul. Dengan melihat jumlah penduduk Indonesia yang mampu menduduki peringkat keempat di dunia, jumlah terbitan buku masih kalah dengan negara Italia yang mencapai angka 61.966 judul (Arosio, 2015).

Selain hal tersebut, tingkat kualitas isi dari buku ajar masih terbilang konvensional. Maksutnya, isi buku berupa tulisan tanpa memadukan dengan unsur lain seperti gambar yang mampu menarik minat baca. Berikut kekurangan dari isi bahasan yang ada di buku ajar menurut (Risky, 2017).

 

1.      Bahasanya kurang bagus dan terlalu tinggi, sehingga sulit untuk bisa diterima atau dipahami oleh anak usia sekolah dasar maupun guru mata pelajaran.

2.      Materinya terlalu banyak. Dalam penyampaiannya sering loncat-loncat.

3.      Banyak buku merupakan terjemahan buku asing, yang tak sesuai dengan kondisi lingkungan masyarakat Indonesia.

4.      Pembahasan materi hanya menyangkut yang pokok. Tak ada penjelasan lebih lanjut sehingga materi pelajarannya bisa mudah dipahami oleh para siswa

Sudah sangat jelas bahwa kualitas isi literasi kita sangat memprihatinkan. Bahkan menurut hasil survei yang sudah dilakukan, 8 dari 10 sekolah SMA di Kota Malang menyatakan bahwa murid-murid kurang menguasai buku yang terbilang berdominan tulisan. Hal ini menunjukkan bahwa keadaan buku ajar sekarang kurang diminati anak.

Padahal, budaya membaca mempunyai banyak manfaat. Menurut Kamsul (2018), Membaca dapat dijadikan sebagai tolak ukur terhadap kemajuan bangsa karena manfaat-manfaat yang diperoleh dari masyarakat yang senang membaca seperti meningkatkan pengetahuan masyarakat, meningkatkan kecerdasan sehingga mampu mengembangkan diri bagi masyarakat, menumbuhkan sikap kritis sehingga mampu mengoreksi hal-hal yang berpotensi merugikan masyarakat, media penyampaian inovasi baru  untuk perkembangan masyarakat. Melihat manfaat membaca yang sebesar itu, serta didukung kemajuan teknologi yang sangat pesat, membaca bukan menjadi hal yang sulit dilakukan.

Seiring berjalannya waktu, munculah bahan ajar yang dikombinasikan dengan gambar-gambar sebagai pendukungnya. Namun, pada dasarnya gambar mempunyai fungsi hanya sekedar untuk menjelaskan isi teks bacaaan. Jika ilustrasi gambar dan bahasa yang terdapat di dalam buku ajar itu susunannya  asal-asalan, maka anak akan mendapatkan pengalaman bahwa membaca itu membosankan (Priyono 2006:3). Buku yang terdapat gambar tidak selalu terus menjadi solusi meningkatkan minat baca. Banyak juga buku yang didalamnya memuat sebuah gambar yang kurang dipahami oleh si pembaca. Meskipun memuat gambar, namun gambar tersebut kurang dipahami sebagai gambar penjelas teks akan membuat si pembaca lama-kelamaan akan mudah bosan dalam membaca.

Dengan perkembangan teknologi yang pesat pada saat ini, semua menginginkan adanya perubahan termasuk bahan ajar atau sumber literasi. Salah satu solusinya adalah pemanfaatan teknologi augmented reality. Menurut Azuma (2013) augmented reality merupakan teknologi yang menggabungkan benda maya dua dimensi dan ataupun tiga dimensi ke dalam sebuah lingkungan nyata tiga dimensi lalu memproyeksikan benda-benda maya tersebut dalam lingkungan nyata. Sedangkan menurut Borko (2011) augmented reality didefinisikan sebuah pandangan secara langsung maupun tidak langsung dari benda secara fisik dengan menambahkan informasi kemudian dapat ditampilkan secara virtual Benda-benda maya berfungsi menampilkan informasi yang tidak dapat diterima oleh manusia. Hal ini membuat realitas bertambah berguna sebagai alat untuk membantu persepsi dan interaksi penggunanya dengan dunia nyata. Informasi yang ditampilkan oleh benda maya membantu penggunanya melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam dunia nyata.

Augmented Reality bekerja berdasarkan deteksi citra, dan citra yang digunakan adalah marker. Prinsip kerjanya adalah kamera yang telah dikalibrasi akan mendeteksi marker yang diberikan, kemudian setelah mengenali dan menandai pola marker, webcam akan melakukan perhitungan apakah marker sesuai dengan database yang dimiliki. Bila tidak, maka informasi marker tidak akan diolah, tetapi bila sesuai maka informasi marker akan digunakan untuk me-render dan menampilkan objek 3D atau animasi yang telah dibuat sebelumnya (Achmad, 2017).

Augmented reality  dapat diakses dengan mudah oleh si pembaca yakni menggunakan smartphone saja. Dengan kemudahan ini, diharapkan membuat si pembaca tidak merasa bosan pada saat membaca. Penyusunan konten yang terdapat teknologi augmented reality didasarkan pada sebuah materi yang dirasa sulit bagi pembaca. Sebagai solusinya, teknologi augmented reality mempunyai fungsi memperjelas dari maksud tulisan atau isi teks tersebut dengan sajian visual dan ilustrasi yang bergerak.

Penggunaan teknologi augmented reality pada buku ajar sangat membantu proses belajar si pembaca. Teknologi augmented reality dapat diaplikasi pada semua konten dalam buku ajar, misalnya dapat digunakan untuk pengaplikasian tata cara sholat, audio video tentang keagamaan, video tentang kebudayaan Indonesia dan lain-lain. Dengan hal tersebut, si pembaca dapat lebih mudah mengingat tentang isi buku yang sudah dipelajari, karena dalam konteksnya terdapat sebuah teknologi augmented reality yang mampu memvisualkan gambar menjadi bentuk 3D yang bergerak. Khusus untuk anak usia dini, penggunaan augmented reality memiliki manfaat untuk menarik minat baca. Hal ini didasari dengan perasaaan anak usia dini yang menyukai video-video yang menarik seperti kartun, ilustrasi, dan lain-lain. Dengan hal tersebut, akan berpotensi membuat anak mempunyai rasa penasaran untuk membaca buku tersebut.

Dengan kondisi demikian, pengembangan teknologi augmented reality dapat menjadi solusi untuk mendukung isi literasi yang ada di Indonesia. Penambahan konten augmented reality diharapkan mampu memecahkan masalah tentang pemahaman materi yang ada di buku ajar.

 

 

           

DAFTAR RUJUKAN

Achmad, A. 2017. Pengertian dan Cara Kerja Augmented Reality. Diakses pada

Tanggal 26 Februari 2019

Arosio. 2015. Book Production and Readng in Italy. Istat:  national Institute of

Statistic.

Puspita G. dan Irwansyah. 2018. Pergeseran Budaya Baca dan Perkembangan

Industri Penerbitan Buku di Indonesia: Studi Kasus Pembaca E-book

melalui Aplikasi. Jurnal Kajian Perpustakaan dan Informasi. Vol 2. No.1

Ikapi. 2015. Industri Penerbitan Buku Indonesia dalam Data dan Fakta. Jakarta:

Ikatan Penerbit Indonesia.

JPNN. 2016. Parah! Minat Baca Indonesia Rendah Banget. (Online),

(http://jpnn.com/news.php?id=430669) diakses pada tanggal 25 Februari

2019.

Kamsul. 2018. Strategi Pengembangan Minat dan Gemar Membaca.

Diakses pada tanggal 26 Februari 2019.(Artikel dalam jurnal)

Priyono, Sugeng Agus. 2006. Perpustakaan Atraktif. Jakarta: PT Gramedia

Widisarana Indonesia


Tidak ada komentar: