Penerapan
Augmented Reality pada Bahan Ajar sebagai Upaya Meningkatkan Minat Baca Anak
Oleh: Fikri Imanullah
Wajak City
***
Di era digital pada saat ini, Indonesia tengah
menghadapi gempuran teknologi yang sangat besar. Berbagai cara dilakukan untuk
memanfaatkan keberadaan teknologi yang ada, salah satunya pemanfaatan internet
sebagai sumber literasi masa kini. Sayangnya, angka minat baca di Indonesia
tetaplah rendah. Menurut data UNESCO tahun 2012 (dalam JPNN, 2016) menunjukkan
angka minat baca di Indonesia hanya 0,001 persen. Artinya, dari perbandingan
1.000 penduduk hanya 1 orang saja yang memiliki minat baca. Dan sebuah studi
“Most Littered Nation in The World” yang
dilakukan Central Connecticut State University di New Britain tahun 2016 yang
bekerja sama dengan sejumlah peneliti sosial menempatkan Indonesia di peringkat
60 dari 61 negara terkait minat baca (Puspita & Irwansyah, 2018).
Rendahnya minat baca dapat dipengaruhi oleh
beberapa hal yakni kurangnya motivasi untuk membaca, jumlah buku bacaan yang
sedikit, dan kurang berkualitasnya isi literasi yang ada. Menurut IKAPI (2015),
pada tahun 2014 saja Indonesia hanya menerbitkan buku sejumah 36.624 judul.
Dengan melihat jumlah penduduk Indonesia yang mampu menduduki peringkat keempat
di dunia, jumlah terbitan buku masih kalah dengan negara Italia yang mencapai
angka 61.966 judul (Arosio, 2015).
Selain hal tersebut, tingkat kualitas isi dari
buku ajar masih terbilang konvensional. Maksutnya, isi buku berupa tulisan
tanpa memadukan dengan unsur lain seperti gambar yang mampu menarik minat baca.
Berikut kekurangan dari isi bahasan yang ada di buku ajar menurut (Risky,
2017).
1. Bahasanya
kurang bagus dan terlalu tinggi, sehingga sulit untuk bisa diterima atau
dipahami oleh anak usia sekolah dasar maupun guru mata pelajaran.
2. Materinya
terlalu banyak. Dalam penyampaiannya sering loncat-loncat.
3. Banyak buku
merupakan terjemahan buku asing, yang tak sesuai dengan kondisi lingkungan
masyarakat Indonesia.
4. Pembahasan
materi hanya menyangkut yang pokok. Tak ada penjelasan lebih lanjut sehingga
materi pelajarannya bisa mudah dipahami oleh para siswa
Sudah sangat jelas bahwa kualitas isi literasi
kita sangat memprihatinkan. Bahkan menurut hasil survei yang sudah dilakukan, 8
dari 10 sekolah SMA di Kota Malang menyatakan bahwa murid-murid kurang
menguasai buku yang terbilang berdominan tulisan. Hal ini menunjukkan bahwa
keadaan buku ajar sekarang kurang diminati anak.
Padahal,
budaya membaca mempunyai banyak manfaat. Menurut Kamsul (2018), Membaca dapat
dijadikan sebagai tolak ukur terhadap kemajuan bangsa karena manfaat-manfaat
yang diperoleh dari masyarakat yang senang membaca seperti meningkatkan
pengetahuan masyarakat, meningkatkan kecerdasan sehingga mampu mengembangkan
diri bagi masyarakat, menumbuhkan sikap kritis sehingga mampu mengoreksi
hal-hal yang berpotensi merugikan masyarakat, media penyampaian inovasi baru untuk perkembangan masyarakat. Melihat
manfaat membaca yang sebesar itu, serta didukung kemajuan teknologi yang sangat
pesat, membaca bukan menjadi hal yang sulit dilakukan.
Seiring berjalannya waktu, munculah bahan ajar
yang dikombinasikan dengan gambar-gambar sebagai pendukungnya. Namun, pada
dasarnya gambar mempunyai fungsi hanya sekedar untuk menjelaskan isi teks
bacaaan. Jika ilustrasi gambar dan bahasa yang terdapat di dalam buku ajar itu
susunannya asal-asalan, maka anak akan mendapatkan
pengalaman bahwa membaca itu membosankan (Priyono 2006:3). Buku yang terdapat
gambar tidak selalu terus menjadi solusi meningkatkan minat baca. Banyak juga
buku yang didalamnya memuat sebuah gambar yang kurang dipahami oleh si pembaca.
Meskipun memuat gambar, namun gambar tersebut kurang dipahami sebagai gambar
penjelas teks akan membuat si pembaca lama-kelamaan akan mudah bosan dalam
membaca.
Dengan perkembangan teknologi yang pesat pada
saat ini, semua menginginkan adanya perubahan termasuk bahan ajar atau sumber
literasi. Salah satu solusinya adalah pemanfaatan teknologi augmented reality.
Menurut Azuma (2013) augmented reality merupakan teknologi yang menggabungkan
benda maya dua dimensi dan ataupun tiga dimensi ke dalam sebuah lingkungan
nyata tiga dimensi lalu memproyeksikan benda-benda maya tersebut dalam
lingkungan nyata. Sedangkan menurut Borko (2011) augmented reality
didefinisikan sebuah pandangan secara langsung maupun tidak langsung dari benda
secara fisik dengan menambahkan informasi kemudian dapat ditampilkan secara virtual
Benda-benda maya berfungsi menampilkan informasi yang tidak dapat diterima oleh
manusia. Hal ini membuat realitas bertambah berguna sebagai alat untuk membantu
persepsi dan interaksi penggunanya dengan dunia nyata. Informasi yang
ditampilkan oleh benda maya membantu penggunanya melaksanakan kegiatan-kegiatan
dalam dunia nyata.
Augmented Reality bekerja berdasarkan deteksi citra, dan citra
yang digunakan adalah marker. Prinsip kerjanya adalah kamera yang telah
dikalibrasi akan mendeteksi marker yang diberikan, kemudian setelah mengenali
dan menandai pola marker, webcam akan melakukan perhitungan apakah marker
sesuai dengan database yang dimiliki. Bila tidak, maka informasi marker tidak
akan diolah, tetapi bila sesuai maka informasi marker akan digunakan untuk
me-render dan menampilkan objek 3D atau animasi yang telah dibuat sebelumnya
(Achmad, 2017).
Augmented
reality dapat diakses dengan mudah oleh
si pembaca yakni menggunakan smartphone saja. Dengan kemudahan ini, diharapkan
membuat si pembaca tidak merasa bosan pada saat membaca. Penyusunan konten yang
terdapat teknologi augmented reality didasarkan pada sebuah materi yang dirasa
sulit bagi pembaca. Sebagai solusinya, teknologi augmented reality mempunyai
fungsi memperjelas dari maksud tulisan atau isi teks tersebut dengan sajian
visual dan ilustrasi yang bergerak.
Penggunaan
teknologi augmented reality pada buku ajar sangat membantu proses belajar si
pembaca. Teknologi augmented reality dapat diaplikasi pada semua konten dalam
buku ajar, misalnya dapat digunakan untuk pengaplikasian tata cara sholat,
audio video tentang keagamaan, video tentang kebudayaan Indonesia dan
lain-lain. Dengan hal tersebut, si pembaca dapat lebih mudah mengingat tentang
isi buku yang sudah dipelajari, karena dalam konteksnya terdapat sebuah
teknologi augmented reality yang mampu memvisualkan gambar menjadi bentuk 3D
yang bergerak. Khusus untuk anak usia dini, penggunaan augmented reality
memiliki manfaat untuk menarik minat baca. Hal ini didasari dengan perasaaan
anak usia dini yang menyukai video-video yang menarik seperti kartun,
ilustrasi, dan lain-lain. Dengan hal tersebut, akan berpotensi membuat anak
mempunyai rasa penasaran untuk membaca buku tersebut.
Dengan
kondisi demikian, pengembangan teknologi augmented reality dapat menjadi solusi
untuk mendukung isi literasi yang ada di Indonesia. Penambahan konten augmented
reality diharapkan mampu memecahkan masalah tentang pemahaman materi yang ada
di buku ajar.
DAFTAR RUJUKAN
Achmad, A. 2017. Pengertian dan Cara Kerja Augmented
Reality. Diakses pada
Tanggal
26 Februari 2019
Arosio. 2015. Book Production and Readng in
Italy. Istat: national Institute of
Statistic.
Puspita G. dan Irwansyah. 2018. Pergeseran
Budaya Baca dan Perkembangan
Industri
Penerbitan Buku di Indonesia: Studi Kasus Pembaca E-book
melalui
Aplikasi. Jurnal Kajian Perpustakaan dan Informasi. Vol 2. No.1
Ikapi. 2015. Industri Penerbitan Buku
Indonesia dalam Data dan Fakta. Jakarta:
Ikatan
Penerbit Indonesia.
JPNN. 2016. Parah! Minat Baca Indonesia Rendah
Banget. (Online),
(http://jpnn.com/news.php?id=430669) diakses
pada tanggal 25 Februari
2019.
Kamsul.
2018. Strategi Pengembangan Minat dan Gemar Membaca.
Diakses pada tanggal 26 Februari 2019.(Artikel
dalam jurnal)
Priyono,
Sugeng Agus. 2006. Perpustakaan Atraktif. Jakarta: PT Gramedia
Widisarana
Indonesia

Tidak ada komentar:
Posting Komentar