“New Mindset: Dari Minat Membaca Menuju
Membaca Minat”
Oleh: Fikri Imanullah
PAC IPNU Boyolangu
***
Akhir-akhir ini kita sering
dihadapkan dengan istilah literasi. Ada Gerakan Literasi Nasional (GLN),
Gerakan Literasi Sekolah (GLS), dan sebagainya. Istilah literasi hampir setiap
hari dapat kita temui baik di media cetak ataupun daring. Apa itu literasi?
Menurut KBBI, literasi adalah kemampuan menulis dan membaca. KBBI juga
mengartikannya dengan kemampuan individu dalam mengolah informasi dan
pengetahuan untuk kecakapan hidup.1
Perkembangan zaman yang semakin
pesat menuntut setiap individu untuk memilki kegemaran membaca dan menulis, hal
ini diperlukan guna memperoleh pengetahuan dan wawasan yang luas dalam rangka
meningkatkan kecakapan merespon perubahan zaman. Kemampuan membaca mempunyai
peran penting dan menjadi salah satu kunci kesuksesan seseorang. Pasalnya,
setiap informasi dan pengetahuan apapun yang diperoleh tidak terlepas dari
kegiatan membaca.
Literasi dalam konteks ini bukan
hanya menyangkut hal ihwal bagaimana seorang individu bebas dari buta aksara,
melainkan lebih dari itu, yakni bagaimana seorang individu sebagai warga bangsa
memiliki kecakapan hidup agar mampu bersaing dan bersanding dengan bangsa lain
untuk menciptakan kesejahteraan dunia. Bangsa yang maju tidak dibangun hanya
dengan mengandalkan kekayaan alam yang melimpah dan jumlah penduduk yang
banyak. Bangsa yang besar ditandai dengan masyarakat yang literat, memiliki
peradaban yang tinggi dan aktif memajukan masyarakat dunia. Sedangkan di
Indonesia, budaya literasi masyarakat masih tergolong cukup rendah—tetapi
tergolong ada kemajuan. Sebagaimana dilansir oleh MOJOK.CO, mengacu ke PISA,
Indonesia sudah naik ke peringkat 62 dari 72 negara.2 Peringkat yang
masih tergolong rendah ini harus ditingkatkan dengan inovasi peningkatan
literasi yang efektif.
Masih tergolong lemahnya tradisi
literasi di Indonesia dapat dilihat dari fenomena perkembangan dunia digital.
Pada taraf tertentu, teknologi digital juga mengembalikan budaya baca kepada
masyarakat, khususnya pelajar, baik dengan mengakses berbagai tulisan di
internet melalui search engine ataupun melalui berbagai sarana media
sosial. Tantangannya justru menjadi semakin besar yang mana berefek pada
tingkat minat baca masyarakat Indonesia. Sebab, banyaknya informasi di dunia
digital yang membanjiri masyarakat tersebut justru seringkali membuat
masyarakat pragmatis, di mana mereka para pengguna internet cenderung mengakses
tulisan-tulisan pendek yang kurang luas dan mendalam bahasannya. Bahkan,
terkadang mereka juga terjebak hoaks.
Problem literasi ini tentunya
menjadi masalah serius yang perlu kita pecahkan bersama. Sebab, masalah
literasi bukanlah masalah yang sederhana. Bila kita abai terhadap masalah
tersebut, kita pasti akan tertinggal oleh negara – negara lain. Literasi
merupakan salah satu jalan jitu untuk mendapatkan pemahaman utuh tentang sebuah
realitas. Membudayakan literasi bisa memberikan kita kemampuan menganalisis dan
mengkritik berbagai fenomena yang terjadi. Bila budaya literasi tidak juga kita
kembangkan, kita akan semakin jauh dengan kemajuan.
Budaya literasi dinilai menjadi hal
penting bagi para pelajar. Mereka setiap hari bergelut dengan yang namanya
literasi. Dengan budaya itu, pelajar akan memiliki wawasan luas dan berpikir
lebih kritis dan terbuka. Seorang pelajar akan punya referensi yang baik
mengenai berbagai informasi. Untuk selanjutnya, sangat memungkinkan bagi
pelajar untuk mengembangkan wacana dan gagasannya. Bahkan, budaya itu juga
dapat berefek dalam membantu para pelajar untuk membuahkan suatu karya tulis
yang berbobot.
Perkembangan teknologi umumnya
memudahkan manusia dalam banyak urusan, termasuk dalam membaca dan menulis.
Dengan demikian, sejatinya tidak ada alasan lagi bagi manusia modern untuk
tidak dapat mengakses informasi guna membangun budaya literasi. Di era modern
sekarang ini, membaca dan menulis bahkan dapat dilakukan dengan mudah. Buku
yang dulu itu berupa kertas, kini sudah berupa paperless (e-book).
Kita dapat mengaksesnya dengan mudah melalui internet, dan itupun banyak yang
gratis. Selain itu, dengan kemajuan teknologi ini, kita juga dapat menulis
dengan mudah. Di manapun dan kapan pun kita dapat melakukan aktivitas literasi
dengan alat yang ada di genggaman kita, hand phone.
Dengan demikian, aktivitas literasi
dan status kita sebagai pelajar itu ibarat seperti koin, yakni dua sisi berbeda
yang tidak dapat dipisahkan. Bagi pelajar, membaca dan menulis itu sudah
menjadi makanan pokok sehari-hari. Bukan pelajar namanya jika tidak mau membaca
dan menulis. Membaca sendiri berarti juga membuka jendela dunia. Semakin banyak
membaca, artinya, semakin luas pula pengetahuan dan wawasan. Dengan banyak
membaca, menulis pun akan menjadi lebih mengalir.
Untuk mengembangkan budaya membaca
tersebut, kita harus bisa merubah mindset seseorang agar orang itu mau
membaca, khususnya membaca buku. Saat ini masalahnya, yaitu mindset kita
tentang keberadaan buku itu sendiri. Saat ini banyak pelajar yang beranggapan
bahwa buku merupakan suatu benda yang harus dibaca, apapun itu genre bukunya.
Sehingga, hal ini membuat pelajar menjadi enggan untuk membaca buku. Selama ini
kita juga mungkin salah dalam mengajak orang supaya berminat untuk membaca
buku. Kalau disuguhi pertanyan “bagaimana menumbuhkan minat baca pelajar?”,
tentu hanya beberapa orang yang bisa menjawab. Nah, mulai saat ini mungkin kita
bisa mengubah mindset itu. Bukan untuk membuat pelajar supaya berminat
untuk membaca, tetapi “bagaimana cara membuat pelajar menemukan minatnya?”.
Masalah yang sebenarnya ada di masyarakat kita ini adalah pencarian minat yang
sesuai dengan dirinya. Banyak pelajar yang bingung dengan minatnnya sendiri
sehingga, ia tidak tahu harus mengikuti yang mana. Pada akhirnya, malah cuma
sebatas ikut-ikutan orang lain.
Kunci dalam peningkatan literasi
pelajar disini adalah mencari minat mereka yang sesuai terlebih dahulu. Nah,
kalau sudah tahu minatnya apa, pasti pelajar itu akan mencari tahu informasi
terkait hal itu dan mendalami minatnya itu. Salah satu cara mencari informasi
yang terbilang efektif adalah dengan membaca.
Keberadaan buku adalah sebagai media
untuk mencari tahu informasi tentang minat tersebut. Nah, ini yang perlu
ditekankan. Kalau seseorang sudah tahu minatnya apa, maka ia akan mencari tahu
segala informasi yang berkaitan dengan minat itu. Salah satunya adalah melalui
buku. Di samping mereka juga dapat mengakses informasi yang berserak di ruang
internet.
Merubah mindset ini juga harus diimbangi
dengan strategi yang tepat. Dalam menumbuhkan budaya membaca di kalangan
pelajar, perlu adanya strategi agar membaca dapat menjelma menjadi aktivitas
yang menyenangkan. Sehingga, mindset lama yang menyatakan bahwa membaca
dan menulis itu membosankan bisa dikubur dalam-dalam. Strategi yang digunakan
agar membaca jadi menyenangkan, yaitu dengan cara memilih buku yang gaya
bahasanya ringan dan mudah dipahami. Dari situ, kita akan mudah menyerap
informasi ataupun ide yang ada di buku tersebut. Suasana yang nyaman saat
membaca juga merupakan hal yang penting. Tentunya dengan demikian, bisa membuat
lebih menikmati bacaan, lebih fokus, dan konsentrasi penuh.
Jadi, kuncinya adalah cari minatnya
dulu apa, baru para pelajar itu akan tergugah untuk membaca buku dalam rangka
mendalami minatnya tersebut. Bukan serta-merta menyuruh seseorang untuk baca
buku yang beraneka ragam genrenya. Tidak perlu mencari buku yang aneh-aneh atau
berat dulu. Cukup baca buku yang sesuai dengan minat. Di samping itu, strategi yang
digunakan juga harus membuat mereka nyaman.
Mungkin dengan cara seperti itu akan
mulai banyak pelajar yang membaca buku. Sehingga, buku benar-benar dijadikan
sebagai media layaknya internet, dan media lainnya sebagai sumber ilmu
pengetahuan. “New Mindset, New
Result”.
Daftar Rujukan
1https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/literasi
diakses pada hari Kamis, 28 Februari 2020 pukul 17:44 WIB
2https://mojok.co/iad/esai/minat-baca-di-indonesia-rendah-ah-kata-siapa/

Tidak ada komentar:
Posting Komentar