Rabu, 02 September 2020

Refleksi Merdeka Ekonomi

Bagi para pendiri negara,makna merdeka bukan hanya sebatas bebas dari penjajahan militer (teritorial), melainkan kebebasan atas hak menentukan nasib bangsanya sendiri, termasuk berhak menyejahterakan rakyat Indonesia melalui model pembangunan ekonomi yang sejalan dengan karakter dan budaya bangsa.
Hal itulah, alinea pertama pembukaan UUD 1945, frasa yang dipilih ialah ‘bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa…’.
Maknanya, kemerdekaan bukanlah ‘hadiah’ dari bangsa penjajah, melainkan hasil perjuangan setiap bangsa merebut haknya untuk hidup damai di alam kebebasan (freedom), termasuk merdeka ekonomi, yakni bebas dari penjajahan (kolonialisme) sektor-sektor ekonomi dan berhak mengatur, serta mengelola ekonomi sumberdaya manusia, finansial, dan alam / hayati sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia.

Pertanyaannya, mengapa merdeka secara ekonomi sedemikian krusial dan strategis bagi sebuah bangsa? Setidaknya ada sejumlah argumentasi mendasar untuk menjawab pertanyaan ini.
Pertama, jika menilik sejarah, penguasaan atas wilayah Nusantara bermula dari motif perdagangan.

Sejarah mendokumentasikan berdirinya VereenigdeOost- Indische Compagnie (VOC) dilatari usulan negarawan belanda, Johanvan Oldenbarnevelt, untuk membentuk kongsi dagang para tengkulak Belanda.

Berselang waktu, VOC mendapatkan mandat dari pemerintah kolonial Belanda dengan sejumlah hak yang digenggamnya, antara lain: hak monopoli perdagangan; hak memiliki tentara perang dan berperang; hak mengadakan perjanjian dengan raja setempat, dan hak mencetak / mengedarkan uang.

Berbekal mandat tersebut, VOC berhasil merampas wilayah-wilayah Nusantara yang kaya sumber daya alam / hayati dari tangan penjajah Portugis, seperti wilayah Maluku dan Jayakarta (Batavia). Hingga akhirnya, ditengah kejayaannya, VOC dililit masalah mega korupsi internal yang menyebabkan compagnie mengalami resesi keuangan dan bubar pada Desember 1799.

Kedua, kemerdekaan diraih ‘atas berkat rahmat Allah Yang Maha kuasa’ (pembukaan UUD 45 alinea 3). Pernyataan sakral ini merupakan wujud pengakuan para pendiri bangsa bahwa cita-cita kemerdekaan terwujud karena pertolongan Allah semata.

Karena itu, dari situ bisa dimaknai bahwa merdeka merupakan bebas dari perbudakan manusia atas manusia.
Bebas dari eksploitasi raga manusia atas manusia dan manusia hanya diwajibkan beribadah kepada Tuhan semesta alam, serta Allah sebagai Zat yang berhak disembah manusia.

Konsekuensinya, sistem ekonomi yang dianut bangsa Indonesia semestinya ialah sistem ekonomi yang bercirikan ketuhanan, yakni sistem ekonomi yang bertitik tolak dari Allah, bertujuan akhir kepada Allah, dan pendayagunaan segala sumber daya tidak lepas dari syariat
Allah.

Jadi, segala aktivitas ekonomi, seperti produksi, distribusi, konsumsi, ekspor-impor tidak lepas dari kerangka ketuhanan dan bertujuan akhir untuk Tuhan. Misalnya, petani yang bekerja memproduksi bahan pangan, didorong semata-mata karena memenuhi perintah Tuhannya.

Ketiga, pembangunan dengan sistem ekonomi manapun sejatinya bertujuan sama, yakni mewujudkan masyarakat merdeka yang adil dan sejahtera (Nataatmadja, 1980). Nah, untuk mewujudkan masyarakat tersebut, bangsa Indonesia memiliki jalan (sistem) ekonominya sendiri yang khas, yakni paham ekonomi berdasarkan kepemimpinan Pancasila.

Sistem ekonomi Pancasila yang dianut bangsa Indonesia berbeda dengan sistem ekonomi Barat (Eropa-AS) dan Timur (Tiongkok-Rusia). Jadi, benar-benar keunikan bangsa Indonesia.



Salam lestari

Fikri imanullah

2 komentar:

Unknown mengatakan...

Tetap semangat menjadi pemuda yang produktif dan menghasilkan karya yang positif. Fighting!!!

Ika Al Mumtahanah mengatakan...

Merdeka itu jika kita Sehat Jasmani, Rohani dan EKONOMI 🌻🌻🌻